Informatikamesir.com, Kairo - Bagaimana sebenarnya cara kerja KPI terhadap masisir yang melanggar batasan interaksi?
Widhy Ridho selaku
ketua KPI menjelaskan bahwasanya KPI ini tidak memiliki otoritas dalam menghukum
atau memberikan sanksi tertentu kepada pihak terkait.
“KPI bukanlah polisi syariah,” tegas Widhy saat
diwawancarai oleh salah satu kru Informatika pada Senin, (4/11/19).
Sistem kerja KPI ini bersifat kekeluargaan yaitu
penyuluhan, pengumpulan informasi dan pembinaan dengan kerja sama seluruh kekeluargaan
Nusantara.
Ia juga menambahkan, KPI hanya berperan untuk memastikan
adanya pembinaan dari kekeluargaan bagi siapa saja yang melanggar batas-batas
interaksi lawan jenis.
Intinya, KPI lebih seperti lembaga yang menjembatani
antara para pelaku dengan kekeluargaannya.
Saat ini, KPI sedang melakukan upaya untuk meletakkan standar
kondisi ideal interaksi masisir. Untuk itu, KPI melakukan kunjungan ke berbagai
tokoh, guru-guru Al-Azhar, lembaga dan forum.
Widhy juga menjelaskan bahwa KPI sangat menyadari akan latar
belakang masisir yang bersifat over heterogen, yaitu terdiri dari
berbagai macam suku dan budaya yang mana setiap daerahnya memiliki pola interaksi
dan kultur yang berbeda.
Maka KPI di sini berperan dalam pengambilan data aspirasi dari
berbagai kekeluargaan yang dinilai representatif untuk dapat menggambarkan
latar belakang masisir dari berbagai suku dan budayanya.
Pastinya, ada kesepahaman yang sama untuk batas-batas
interaksi lawan jenis yang berlaku di setiap daerah. Maka kesepahaman inilah
yang akan dijadikan sebuah standar kondisi ideal untuk pola interaksi Masisir.
Hasil dari kepemahaman tersebut adalah menjadikan
Kekeluargaan Mahasiswa Aceh (KMA) dan Kekeluargaan Mahasiswa Minang (KMM)
sebagai role model dalam menentukan standardisasi pola interaksi
masisir.
Hal tersebut sebelumnya juga pernah diusulkan oleh Fakhrurrozi selaku ketua Forum Diskusi
Masisir (FDM). Usulan itu pun kemudian disambut baik oleh Tim Formatur KPI sendiri
menimbang karena memang KMA dinilai telah menjaga pola interaksi para anggota
kekeluargaannya dengan baik.
Terbukti ketika Tim Formatur KPI berkunjung ke sekretariat KMA,
terdapat di sana sebuah tirai atau kain pembatas yang fungsinya membatasi pergaulan
antara ikhwan dan akhwat.
Memang beberapa waktu terakhir ini, masisir sempat digemparkan
dengan isu-isu penyimpangan interaksi lawan jenis yang menyebabkan besarnya
gelombang desakan dari berbagai tokoh dan elemen masisir baik secara perorangan
maupun kelembagaan untuk dapat menindaklanjuti perkara tabu tersebut.
Oleh karenanya, muncullah inisiatif dari Majelis
Permusyawaratan Anggota (MPA) dan Badan Perwakilan Anggota (BPA) PPMI Mesir
untuk membangkitkan lembaga Komisi Interaksi Masisir (KPI).
KPI sejatinya merupakan sebuah lembaga penyuluhan pola
interaksi ikhwan dan akhwat di Mesir yang telah berdiri sejak tahun 2007 silam
dan sempat vakum selama satu dekade.
Maka tepatnya pada tanggal 16 Oktober 2019, PPMI Mesir pun
meresmikan terbentuknya Tim Formatur KPI beranggotakan lima orang yang terdiri
dari dua perwakilan dari PPMI Mesir dan tiga orang perwakilan dari organisasi
keputrian WIHDAH.
Reporter: Adi
Surya Pahlawan
Editor: Muhammad
Nur Taufiq al-Hakim
No comments:
Post a Comment