Oleh : Hani Fathiya Rizqi
Di
dunia yang fana ini, setiap orang yang hatinya beriman kepada Allah dan Rasul-Nya
akan selalu berusaha untuk mengerjakan kebajikan agar kelak mendapatkan posisi
terbaik di sisi Sang Pencipta serta mendapat syafaat dari kekasih-Nya. Begitu
banyak orang yang ingin berhijrah, menyadari segala kekhilafannya saat ini dan
berlari sekuat mungkin menuju ridho Ilahi. Pada kenyataannya, proses perbaikan diri tidaklah semudah menghapus coretan pensil diatas kertas. Bahkan Rasulullah Saw. bersabda,
“Jika Allah menghendaki kebaikan bagi hamba-Nya, maka Ia akan mengujinya dengan kesulitan.” Apalagi
pada zaman sekarang ini, dimana seseorang yang betul-betul ingin berubah menjadi baik justru menjadi bahan cemoohan, hanya karena kemarin lusa dia masih menjadi ‘tukang palak’ di pasar, lalu hari ini paling semangat menghadiri majelis ilmu tak lantas membuat siapapun bebas memandang usaha perubahannya sebelah mata. Maka
untuk menghadapi kesulitan dan ujian ini (cemoohan) diperlukanlah sikap husnuzhon.
Husnuzhon berarti selalu berprasangka baik, mencari sisi positif dari setiap hal yang ditemui adalah salah satu akhlak mulia yang terkadang luput dari kesadaran manusia, Orang yang memiliki sikap husnuzhon tidak mudah menuduh apalagi melempar kesalahan pada orang
lain dengan maksud menutupi kelemahan dan kekurangan dirinya sendiri. Sebaliknya, ketika ditimpa musibah atau masalah, yang pertama kali
ia lakukan adalah instrospeksi diri dan mengakui kesalahan yang dilakukannya.
Tidak ada yang dirugikan dari sikap berpikir positif atau berprasangka baik ini. Justru dengan menanamkan sikap husnuzhon dalam diri akan melahirkan sikap-sikap positif lainnya, seperti bersyukur, bersabar,
bijaksana dan lain sebagainya.
Setidaknya ada tiga sikap prasangka baik yang harus diterapkan dalam pribadi setiap mukmin.Yang pertama, berprasangka baik terhadap Allah SWT.Segala suka dan duka yang hadir dalam hidup harus disyukuri, sebab itu merupakan tanda kasih sayang Allah terhadap hamba-Nya. Kita harus yakin bahwa Ia mengetahui yang terbaik bagi setiap makhluk yang ada di bumi dan langit.
Meski Allah SWT tak akan rugi jika kita berprasangka buruk terhadap-Nya, namun atas
segala nikmat yang tak terhitung jumlahnya sejak kita diberi nafas di dunia,
pantaskah seorang hamba menaruh selain prasangka baik padaTuhan yang ia sembah?
Rasulullah
Saw bersabda, ‘Telah berfirman Allah SWT; “Aku adalah sebagaimana prasangka hamba-Ku kepada-Ku, dan Aku bersamanya ketika dia mengingat-Ku….”. Jika bukan karena kuasa-Nya tentu tidak akan kita temukan
para penuntut ilmu yang rela terjemur matahari demi berjihad di jalan Allah,
atau para pencari nafkah yang pantang mengeluh demi meraup rezeki yang halal. Dengan prasangka baik terhadap Tuhanlah kehidupan seseorang akan menjadi terarah dan bahagia.
Yang kedua, berprasangka baik kepada diri sendiri. Manusia adalah satu-satunya makhluk
Allah yang diberikan akal untuk berpikir. Dengan akal itu ia bisa menilai kelebihan dan kekurangannya.
Memiliki keyakinanakan kemampuan yang dimiliki adalah salah satu bentuk husnuzhon
terhadap diri sendiri. Memang tidak semua orang memiliki rasa percaya diri. Bahkan tak jarang
yang merasa pesimis terhadap hidupnya. Justru dengan berprasangka baik terhadap diri sendiri perlahan akan mengikis keraguan serta menumbuhkan keinginan untuk mengembangkan potensi diri. Apalagi kita sebagai mahasiswa yang dituntut untuk berkarya dan berkreatifitas semaksimal mungkin. Maka, husnuzhon terhadap diri sendiri adalah salah satu upaya memacu semangat untuk belajar dan bermanfaat bagi orang lain.
Dan yang
ketiga, berprasangka baik terhadap sesama. Diciptakan sebagai makhluk sosial, manusia tidak bisa hidup tanpa bantuan orang lain. Manusia
membutuhkan pertolongan makhluk lain dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Dari sanalah terbentuk hubungan antar sesama manusia. Allah SWT berfirman dalam surat Al-Hujurat ayat 12
yang artinya, “Wahai orang-orang yang beriman, jauhilah dari banyak berprasangka;
Sesungguhnya sebahagian dari sangkaan itu adalah dosa, dan janganlah kamu mencari-cari
kesalahan orang lain dan janganlah ada di antara kamu yang menggunjing sebagian
yang lain…”
Dari
ayat di atas kita bisa melihat larangan tegas dari Allah SWT untuk menjauhi prasangka buruk terhadap sesama makhluk-Nya. Ukhuwah yang baik harus dibina, dan itu dimulai dengan berpandangan positif dalam bermasyarakat. Karena sikap husnuzhon mampu menciptakan rasa simpati dan tolong-menolong antar sesama,
khususnya bagi kita yang tengah berada jauh dari keluargadan hidup bertetangga dengan sesama mahasiswa. Sikap
husnuzon ini sangat perlu untuk ditanamkan serta dipraktekkan dalam diri masing-masing, agar
aktifitas yang dilaksanakan bersama bisa berjalan sesuai harapan. Bayangkan jika dalam suatu acara setiap panitianya memandang panitia lain dengan prasangka buruk, hal itu akan menyebabkan permusuhan serta kemungkinan gagalnya acara tersebut.
Na’udzubillah
min dzalik. Semoga kita termasuk orang-orang yang mampu bersikap husnuzhon terhadap siapa saja dan dalam situasi apa saja. Karena husnuzhon tidak akan menyengsarakan, justru membawa kebahagiaan.
Seperti
kata pepatah Arab, من حسن ظنه طاب عيشه yang artinya ‘barangsiapa yang
baik prasangkanya, maka akan baik pula hidupnya’.Wallahua’lam.
No comments:
Post a Comment