Dok.PPMI Mesir : Terlihat Elit Masisir Hangat Berdiskusi |
Malam itu Sabtu (18/3) banyak kalangan dari aktifis
Mahasiswa Indonesia Mesir (Masisir) berkumpul dalam satu tempat di sebuah acara
Forum Diskusi Kolaboratif. Berbagai elit Masisir turut hadir. Diantara yang
hadir dalam acara ini; Dr Windratmo, sebagai perwakilan Duta Besar yang
berhalangan hadir karena sakit, juga Usman Syihab, Atase Pendidikan RI untuk
Indonesia, Hidayatullah, aktifis Ruwaq Azhar, Ihsan Zainudin sebagai penggagas
program Indonesia Al Youm dan perwakilan-perwakilan dari kekeluargaan,
almamater, afiliatif dan kajian yang berdiri dibawah naungan PPMI Mesir. Acara
yang diinisiasi oleh PPMI ini bertemakan “Peran Alumni Timur Tengah Dalam
Pembangunan Bangsa”.
Presiden PPMI Ahmad Baihaqi Maskum menuturkan tema yang
dipilih memang sengaja tidak terlalu berat namun dapat dijangkau oleh segala
kalangan. Karena menurut keterangannya, sebelumnya acara ini telah diundur
sebanyak dua kali karena berbagai alasan, diantaranya adalah ketidaksiapan
pembicara dikarenakan tema yang terlalu berat.”tema pertama yang ditentukan
adalah Diskursus Islam dalam Memandang
Politik. Namun pada saat itu
bertabrakan dengan ujian, judulnya juga terlalu besar, pembicara juga menyatakan ketidaksiapannya. Kemudian
tema diganti lagi menjadi Prespektif
hukum islam dalam memandang kudeta. Segala kesiapan acara telah
dilaksanakan, bahkan gedung pun telah di hagaz namun pemateri banyak
yang berhalangan.” Jelasnya.
Dok. PPMI Mesir: Terlihat Mukhlason Jalaludin sedang memberikan salah satu pandangannya |
Walaupun tema yang dipilih dipandang lebih ringan dari dua
tema sebelumnya, diskusi kali ini dapat berlangsung menarik. Karena lima jam
yang dihabiskan peserta terbukti dapat
memberikan pandangan baru pada peserta. Salah satu narasumber Hidayatullah
memberikan pandangannya, pada dasarnya
ide menarik, antusiasme pembicara dan aundien baik. Namun Mahasiswa S2 fakultas Bahasa
Arab ini menyayangkan kurangnya keragaman narasumber dalam masisir. “Masisir ada yang kiri, kanan dan tengah, saya
berharap itu semua ada.” Katanya.
Menanggapi hal ini Mahfudz sebagai ketua panitia menjelaskan
bahwa untuk mewakili seluruh masisir sangat tidak mungkin. Karena semua masisir
punya pendapat masing-masing. “Kurang
mewakili? Saya rasa dari jumah yang hadir sudah mewakii, kalau mau banyak ya
tidak akan bisa, karena kita dalam diskusi seperti ini lafzhul al ba’ad
iradatul kull.(Sebagian yang mewakili semua).” Ahmad Baihaqy juga
menguatkan bahwa tidak mungkin untuk mewakili ribuan pasang mata masisir, karena
pembicara hanya segelintir orang.
Tidak sampai disitu, komposisi narasumber yang dihadirkan
pun tampak timpang tindih terlihat dari total lima narasumber yang hadir dari
kalangan KBRI, sementara lima narasumber lagi berasal dari berbagai lini masisir. Maka
tak heran banyak pertanyaan datang dari benak peserta, mengingat tema yang
diambil menyangkut kehidupan Masisir. Presiden PPMI menimpali bahwa peran
narasumber hanya sebagai pembanding dalam diskusi sekaligus memberikan
data-data yang tidak dapat dihasikan oleh Masisir. Dan dia berkelak bahwa
bapak-bapak KBRI juga mantan aktifis organisasi maupun akademisi masisir. “kita
dapat banyak pengalaman para senior, sebagai contoh kita bisa mengambil banyak
pengalaman Pak Usman sebagai ATDIK, juga Pak Cecep yang mantan MPA sekaligus
pencetus SGS (Student Government System)”. Jelas Abay.
Lain Abay lain lagi dengan Nuansa Garini, Masisirwati yang
menjabat sebagai wihdah ini berbeda pendapat lagi menanggapi komposisi pembicara. Menurutnya apabila para pembicara dilihat dari segi ke-masisir-an mungkin mencukupi. Akan tetapi,
melihat tema adalah Peran Mahasiswa Timur Tengah Untuk Pembangunan Bangsa, maka
selayaknya pembicara yang dihadirkan telah memiliki banyak pengalaman di bidang
pergerakan di Indonesia. “memang lahir dari rahim masisir, menurut aku
sudah cukup baik untuk masisir. Namun mereka faktanya hanya pengamat”. Jelasnya.
Senada dengan Nuansa Garini, Hidayatullah pun menyatakan
bahwa dia sudah mempersiapkan materi untuk membicarakan materi tentang peran
alumni TImur Tengah di Indonesia. Namun karena alur diskusi pembicaraan memang
tidak mengarah kesana maka materi yang dipersiapkan batal dipresentasikan.
Mengenai hal ini, Ikhwan Hakin menyatakan bahwa alur diskusi tidak keluar dari
tema. Dikarenakan menurutnya pembangunan bangsa tidak akan bisa terealisasi
apabila pelajar-pelajar Timur Tengah-nya masih banyak yang harus diperbaiki.
Bagaimanapun acara yang menghabiskan total 6000 Le ini telah
membuka kembali jalur dialog antar masisir yang telah lama vakum. Terdapat
acara serupa yang membahas tentang problematika Masisir pada tahun 2008 yang
bertajuk Loka Karya, namun acara tersebut hanya berlalu tanpa memberikan
hasil real. “Loka karya itu
menghabiskan ratusan juta, banyak kalangan yang diundang. Namun acara nampak
seperti adu orasi. Kita hanya ingin membuka ruang diskusi untuk mahasiswa”.
Jelas Abay.
Abay menambahkan bahwa hasil diskusi ini tidak lain dan
tidak bukan hanyalah pemantik masisir untuk bangun dari tidurnya. Karena
menurutnya sebagian besar isi diskusi hanya kritikan pada PPMI. “Belum ada yang bisa dibangun dari diskusi
kemarin, isi diskusi hanya kritikan terhadap PPMI, hal yang perlu kita lakukan
hanyalah bangun dan berkarya” tegasnya. Disisi lain, Hidayatullah
menekankan bahwa setelah acara ini terdapat paling sedikit minimal dua buah
pekerjaan rumah bagi PPMI, pertama untuk kembali membuka jalur diskusi antar
punggawa Masisir dan mulai sedikit merealisasikan hal-hal yang menjadi intisari
dari diskusi kolaboratif ini. Tentunya setiap dari Masisir tidak ingin apa yang
dibicarakan hanya sebatas brainstorming yang hanya masuk telinga kanan dan keluar
telinga kiri. (IbnuIdris)
No comments:
Post a Comment